Rabu, 20 Juni 2012


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia
Kelas / Semester : XI / 2
Pertemuan ke : 37, 38, 39, 40, 41, 42
Alokasi Waktu : 12 x 45 menit
Standar Kompetensi : Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia
setara tingkat Madia.
Kompetensi Dasar : 2.9 Berdiskusi yang bermakna dalam
konteks bekerja

I. Indikator :
1. Menyampaikan gagasan dengan argumentasi yang tepat dalam berdiskusi
2. Menyanggah pendapat dengan santun dan ekspresif tanpa menimbulkan konflik dalam suatu forum diskusi
3. Menghargai mitra bicara dalam berdiskusi
4. Menyusun simpulan diskusi berdasarkan fakta, data, dan opini dengan tepat

II. Tujuan Pembelajaran :
Siswa mampu berdiskusi yang bermakna dalam konteks bekerja

III. Materi ajar :
· Teknik atau cara berdiskusi
· Contoh teks berdiskusi
· Contoh rekaman diskusi

IV. Metode Pembelajaran :
Metode Reseptif dan Produktif
Metode Komunikatif
Metode demontrasi
Metode diskusi

V. Langkah-langkah Pembelajaran
A.Kegiatan Awal :
· Guru mengulang pelajaran lalu dengan tanya jawab.
· Siswa memahami isi modul 2.9.

B. Kegiatan Inti :
1. Guru membagi kelas atas dua kelompok (penyanggah dan
pendukung)
2. Setiap kelompok diberikan permasalahan yang sama
3. Kelompok yang satu menyampaikan gagasan yang
relevan/mendukung
4. Kelompok yang lain menyampaikan sanggahan-sanggahan dengan
argumentasi yang kuat dengan cara yang santun
5. Siswa menyampaikan simpulan dengan tepat atas dasar fakta dan
Opini
C. Kegiatan Akhir : Guru mengadakan penilaian
VI. Alat / Bahan / Sumber Belajar :
- Tarigan,H.G. (1984). Keterampilan Berbicara
- Parera,J.D. (1988).Belajar Mengemukakan Pendapat
- Modul Bahasa Indonesia Tk Madia

VII. Penilaian :
Jenis tes:
* lisan
* tulis
* perbuatan
Bentuk tes:
* objektif
* uraian

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas / Semester : XI / 2
Pertemuan ke : 43, 44, 45, 46
Alokasi Waktu : 8 x 45 menit
Standar Kompetensi : Berkomunikasi dengan Bahasa
Indonesia setara tingkat Madia.
Kompetensi Dasar : 2.10 Bernegosiasi yangmenghasilkan
dalam konteks bekerja

I. Indikator :
1. Mengemukakan ide yang menarik dengan santun sesuai dengan topik
bahasan.
2. Menyanggah dengan santun dan tetap menghargai pendapat mitra
bicara.
3. Meyakinkan mitra bicara untuk menyepakati ide yang dikemukakan.

II. Tujuan Pembelajaran :
Siswa mampu bernegosiasi yang menghasilkan dalam konteks bekerja

III. Materi ajar :
1. Program kegiatan dalam lingkungan kerja
2. Kiat efektif menyanggah
3. mitra bicara dengan santun
4. Kiat efektif untuk meyakinkan mitra bicara

IV. Metode Pembelajaran :
Metode Reseptif dan Produktif
Metode Komunikatif
Metode demontrasi
Metode diskusi

V. Langkah-langkah Pembelajaran
A. Kegiatan Awal :
· Guru mengulang pelajaran lalu dengan tanya jawab.
· Siswa memahami isi modul 2.10.

B. Kegiatan Inti :
1. Siswa menelaah suatu program kegiatan dalam lingkungan kerja
2. Siswa berdiskusi membahas isi program kegiatan
3. Siswa menyanggah gagasan atau pendapat temannya secara
rasional dan kritis dalam kalimat yang santun pada saat membahas
program kegiatan
4. Siswa melaksanakan negosiasi dengan daya nalar yang mampu
meyakinkan mitra bicara

C. Kegiatan Akhir : Guru mengadakan penilaian
VI. Alat / Bahan / Sumber Belajar :
· Keraf.G. (1987). Argumentasi dan Narasi
· Parera,J.D. (1988). Belajar Mengemukakan Pendapat
· Modul B. Ind. Tkt. Madia
· Mustakim. (1994). Membina Kemampuan Berbahasa

VII. Penilaian :
Jenis tes:
* lisan
* tulis
* perbuatan
Bentuk tes:
* objektif
* uraian


Bandung, 20 Juni 2012
                                                                                                            Mengetahui,
Kepala Sekolah                                                                               Guru Mata Pelajaran


..........................                                                                                  ....................................

Minggu, 06 Mei 2012

Soal
1. Identifikasilah:
    a. ciri-ciri guru yang baik
    b. ciri-ciri guru yang hebat
2. Jika diwajibkan memilih, apakah Anda akan berupaya untuk menjadi "guru yang baik" ataukah
    "guru yang hebat"? Mengapa demikian? Tulislah minimal tiga alasan yang mendasari pilihan
     Anda itu.
3. Bagaimanakah profil ideal guru Bahasa Indonesia di era globalisasi ini? Jelaskan menurut sudut
    pandang Anda masing-masing.
4. Adakah manfaat yang Anda peroleh setelah membaca wacana itu? Jika ada, tulislah semua
    manfaat yang dapat Anda petik darinya.

Jawaban
1. Menurut saya ciri-ciri guru yang baik sebagai berikut :
    - Guru yang dapat mematuhi UU guru dan dosen
    - Menjelaskan sesuatu dengan baik
    - Guru yang ikhlas dalam mengemban tugas sebagai pengajar
    - Menjadi teladan yang baik bagi muridnya
    - Guru yang dapat menetahui taraf perkembangan anak. Dalam hal ini seorang guru harus
      mengetahui psikologi perkembangan muridnya yaitu fase-fase perkembangan berdasarkan pada
      usianya meliputi kognitif, emosional, dan sebagainya

    Ciri-ciri guru hebat :
    - Guru yang menguasai materi pelajaran
    - Bisa mengantarkan materi pelajaran agar bisa dipahami oleh muridnya
    - Mampu menginspirasi dan memotivasi muridnya
    - Ucapan dan intonasinya jelas dan mudah dipahami
    - Mempunyai pengetahuan luas
    - Lugas dan sederhana
    - Bersahabat dan peduli
    - Menguasai metode dan media
    - Mengikuti perkembangan zaman

2. Jika diwajibkan memilih, saya akan memilih menjadi guru yang hebat, karena :
   - Guru hebat adalah guru yang mampu menanamkan konsep keilmuan di memosri siswa secara
      mendalam, membekas, dan dibawa siswa sampai kapan pun
   - Guru yang mampu menginspirasi siswa, sehingga siswa dapat berkemabng dengan kreatif dan
      inovatif
   - Guru hebat tidak mengutamakan karisma, tetapi lebih mengutamakan kualitas diri untuk
      berkembang

3. Menurut saya, profil ideal guru Bahasa Indonesia di era globalisasi ini yaitu :
   - Guru perlu tampil sebagai pendidik, pengajar, pelatih, inovator dan dinamisator secara sekaligus
     dan integral dalam mencerdaskan siswanya
   - Menguasai metode dan media, guru harus paham kalu siswa itu mudah jenuh, jadi guru harus
      memberi model pembelajaran yang menyenangkan, dinamis, dan kreatif.
   - Megembangkan karya-karya sastra, sehingga dapat memotivasi siswa untuk terus berkarya
   - Ucapan guru tersistem, mantap, dan saling berhubungan dengan kejiwaan siswa
   - Memiliki wawasan yang luas
   - Mengikuti perkembangan zaman untuk memperluas keilmuannya
   - Bersahabat dengan siswanya, sehingga terbangun kedekatan yang dapat mempermudah
     berkomunikasi
  - Akrab dengan dunia internet atau ilmu teknologi

4. Manfaat setelah membaca wacana itu saya dapat mengetahui UU guru, bagaimana menjadi guru
    yang profesional, fungsi dan tugas guru. Dari wacana tersebut saya sebagai calon guru dapat
    mempersiapkan untuk kedepannya dalam menjalankan fungsi dan tugas guru yang profesional.
    Belajar dan terus berusaha menjadi guru yang hebat.

Kamis, 03 Mei 2012


1.      Pengertian Sastra
Fananie (2000 : 6) mengatakan : “ Bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan kemampuan aspek keindahan yang baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna”.
Sedangkan semi ( 1984 : 8) mengatakan : “ Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan semi kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya “.
Teeuw ( 1984 : 23) mengatakan : “ Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahas Sansekerta akar kata Sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberikan petunjuk atau instruksi. Akhiran kata tra- biasanya menunjukkan alat, suasana. Maka dari sastra dapat berarti, alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi dan pengajaran; misalnya silpasastra, buku arsitektur, kemasastraan, buku petunjuk mengenai seni cerita. Awalan su- berarti baik, indah sehingga susastra dapat dibandingkan dengan berbagai belles letter”.
Kutipan di atas menyatakan, sastra diartikan sebagai alat untuk mengajar, memberi instruksi dan petunjuk kepada pembaca. Wellek dan Warren ( 1987 : 3 ) mengatakan bahwa sastra adalah suatu kajian kreatif, sebuah karya seni. Damono ( 1984 : 10) mengatakan bahwa lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium : bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu adalah merupakan suatu kenyataan sosial.
Dari keseluruhan defenisi sastra di atas, adalah berdasarkan persepsi masing-masing pribadi dan sifatnya deskriptif, pendapat itu berbeda satu sama lain. Masing-masing ahli mempunyai aspek-aspek tertentu, namun yang jelas defenisi tersebut dikemukakan dengan prinsip yang sama yaitu manusia dan lingkungan. Manusia menggunakan seni sebagai pengungkapan segi-segi kehidupan. Ini suatu kreatifitas manusia yang mampu menyajikan pemikiran dan pengalaman hidup dengan bentuk seni sastra. Dari beberapa batasan yang diuraikan di atas dapat disebut beberapa unsur batasan yaitu isi sastra berupa pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, semangat kepercayaan dan lain-lain. Ekspresi atau ungkapan adalah upaya untuk mengeluarkan sesuatu dalam diri manusia. Bentuk diri manusia dapat diekspresikan keluar, dalam berbagai bentuk, sebab tanpa bentuk tidak akan mungkin isi tadi disampaikan pada orang lain. Ciri khas penggungkapan bentuk pada sastra adalah bahasa. Bahasa adalah bahan utama untuk mewujudkan ungkapan pribadi di dalam suatu bentuk yang indah.

2.      Pengertian Sastra Imajinatif
Sastra imajinatif adalah sastra yang berupaya untuk menerangkan, menjelaskan, memahami, membuka pandangan baru, dan memberikan makna realitas kehidupan agar manusia lebih mengerti dan bersikap yang semestinya terhadap realitas kehidupan. Dengan kata lain, sastra imajinatif  berupaya menyempurnakan realitas kehidupan walaupun sebenarnya fakta atau realitas kehidupan sehari-hari tidak begitu penting dalam sastra imajinatif. Jenis-jenis tersebut antara lain puisi, fiksi atau prosa naratif, dan drama. Puisi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik. Fiksi atau prosanaratif terbagi atas tiga genre, yakni novel atau roman, cerita pendek (cerpen), dan novelet (novel“pendek”). Pada akhirnya, semua pembahasan mengenai sastra imajinatif ini harus bermuara pada bagaimana cara memahami ketiga jenis sastra imajinatif tersebut secara komprehensif. Tanpa adanya pemahaman ini, apa yang dipelajari dalam hakikat dan jenis sastra imajinatif ini hanya sekadar hiasan ilmu yang akan cepat pudar.

3.      Pengertian Prosa Fiksi
Prosa fiksi sebagai cerita rekaan bukan berarti prosa fiksi adalah lamunan kosong seorang pengarang. Prosa fiksi adalah perpaduan atau kerja sama antara pikiran dan perasaan. Fiksi dapatdibedakan atas fiksi yang realitas dan fiksi yang aktualitas. Fiksi realitas mengatakan:“seandainya semua fakta, maka beginilah yang akan terjadi. Jadi, fiksi realitas adalah hal-halyang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi. Penulis fiksi membuat para tokoh imaginatif dalamkaryanya itu menjadi hidup. Fiksi aktualitas mengatakan “karena semua fakta maka beginilahyang akan terjadi”. Jadi, aktualitas artinya hal-hal yang benar-benar terjadi. Contoh: romansejarah, kisah perjalanan, biografi, otobiografi.Prosa selalu bersumber dari lingkungan kehidupan yang dialami, disaksikan, didengar, dan
dibaca oleh pengarang.

A.    Ciri-ciri Prosa Fiksi
Adapun ciri-ciri prosa fiksi adalah bahasanya terurai, dapat memperluas pengetahuan dan menambah pengetahuan, terutama pengalaman imajinatif. Prosa fiksi dapatmenyampaikan informasi mengenai suatu kejadian dalam kehidupan. Maknanya dapat berartiambigu. Prosa fiksi melukiskan realita imajinatif karena imajinasi selalu terikat pada realitas,sedangkan realitas tak mungkin lepas dari imajinasi. Bahasanya lebih condong ke bahasafiguratif dengan menitikberatkan pada penggunaan kata-kata konotatif. Selanjutnya prosa fiksimengajak kita untuk berkontemplasi karena sastra menyodorkan interpretasi pribadi yang berhubungan dengan imajinasi.

B.     Unsur Intrinsik Prosa
Unsur intrinsik prosa terdiri atas alur, tema, tokoh dan penokohan, latar/setting, sudut pandang,gaya, pembayangan, dan amanat.    

C.     Unsur Ekstrinsik dan Tingkat Penilaian karya Sastra
Unsur ekstrinsik prosa fiksi adalah segala faktor luar yang melatarbelakangi penciptaan karyasastra seperti nilai sosiologi, nilai kesejarahan, nilai moral, nilai psikologi. Ia merupakan nilaisubjektif pengarang yang bisa berupa kondisi sosial,motivasi, tendensi yang mendorong danmempengaruhi kepengarangan seseorang. Unsur tingkat nilai penghayatan dalam prosa fiksiadalah neveau anorganik, neveau vegetatif, neveau animal, neveau humanis, dan neveaumetafisika/ transendental.


4.      Pengertian Cerpen 
Pengertian Cerpen adalah singkatan dari cerita pendek. Cerpen merupakan salah satu ragam dari jenis prosa. Cerpen, sesuai dengan namanya adalah cerita yang relatif pendek yang selesai dibaca sekali duduk. Proses sekali duduk dapat diartikan sebagai memahami isi pula. Artinya, pada saat itu isi cerpen dapat kita pahami.Cerpen terdiri dari berbagai kisah, seperti kisah percintaan (roman), kasih sayang, jenaka, dll. Cerpen biasanya mengandung pesan/amanat yang sangat mudah dipahami, sehingga sangat cocok dibaca oleh kalangan apapun.

Sumber:

Rabu, 25 April 2012

Pengertian Prosa Fiksi


Pengertian Karya Fiksi
Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra disamping genre-genre yang lain. Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi (fiction). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan (cerkan) atau cerita hayalan (Nurgiyantoro, 2007:2). Abrams, dalam Nurgiyantoro (2007:2) menyebutkan bahwa fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran.
Menurut Altenbernd dan Lewis (1966:14), dalam Nurgiyantoro (2007: 2-3), fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan.
Dari beberapa definisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa karya fiksi merupakan suatu karya yang menyaran kepada cerita yang bersifat rekaan, yaitu cerita yang tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata, akan tetapi unsure penciptaannya merupakan pandangan si penulis dari kehidupan nyata disekitar lingkungan si penulis. Oleh karena itu, fiksi merupakan sebuah cerita, dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembacanya, disamping itu ada juga tujuan estetis.
Wellek & Warren, dalam Nurgiyantoro (2007:3), menyatakan bahwa membaca sebuah karya fiksi berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Betapapun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang koheren dan tetap mempunyai tujuan estetik.

Pengertian Novel dan Cerpen
Edgar Alan Poe (Nurgyantoro, 2007: 10), mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam-suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel. Cerpen adalah karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang; kejadian dan sebagainya (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka) (KBBI, hal:210) Dari dua pendapat tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa cerpen merupakan suatu karangan yang berupa cerita rekaan yang menuturkan perbuatan dan penngalaman orang yang dapat selesai dibaca sekali duduk artinya tidak terlalu panjang ceritanya.
Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan Orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (KBBI, hal:788). Abrams, (nuriyantoro, 2007: 9) mengatakan bahwa novel adalah cerita pendek dalam bentuk prosa. Novella (bahasa itali) mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelette, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah cerita yang bebentuk prosa yang panjang dan mengandung cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.


Teori Penulisan Karya Fiksi
Menulis cerpen atau novel pada dasarnya adalah menyampaikan sebuah pengalaman kepada pembacanya. Menulis cerpen bukan sekedar memberitahu sebuah cerita. Dalam membuat suatu cerita, seorang penulis harus mempunyai keterampilan untuk menghidupkan bahan ceritanya (Sumardjo, 2007: 81). Dengan demikian, salah satu yang dapat dilakukan agar kita terampil menghidupkan cerita adalah dengan latihan-latihan menulis.
Untuk membuat suatu cerpen, seorang penulis harus mengerti unsur intrinsik dan ekstrinsik yang membangun suatu cerpen. Nurgiyantoro (2007: 23), menyebutkan bahwa unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Adapun unsur instrinsik itu antara lain: peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa. Lebih lanjut, Nurgiyantoro (2007), menyebutkan bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri. Wallek & warren dalam Nurgiyantoro (2007: 24) mengemukakan bahwa unsur ekstrinsik itu antara lain: unsur biografi, unsur psikologi, keadaan lingkungan, dan pandangan hidup pengarang. Elemen atau unsur-unsur yang membangun sebuah fiksi atau cerita rekaan, novel termasuk didalamnya, terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana cerita. Fakta cerita terdiri atas: tokoh, plot atau alur, dan setting atau latar. Sarana cerita meliputi: unsur judul, sudut pandang, gaya dan nada, dan sebagainya (Suminto, Jabrohim, Anwar, 2001: 105). Dari uraian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa untuk membuat suatu cerpen hal pertama yang harus dilakukan sebagai modal utama dalam membuat karya prosa adalah menguasai terlebih dahulu unsur-unsur yang membangun sebuah karya.
Sebuah cerpen yang baik adalah cerpen yang merupakan suatu kesatuan bentuk, utuh, manunggal, tak ada bagian-bagian yang tak perlu, tetapi juga tak ada sesuatu yang terlalu banyak, semuanya pas, integral, dan mengandung suatu arti (Sumardjo, 2007: 99). Artinya sebuah cerpen harus memberikan sebuah gambaran sesuatu yang tajam, meskipun hanya sebagai cerita pendek.
Semua cerita memiliki sebuah pola atau struktur bentuknya. Struktur ini melibatkan berbagai macam unsur yang membentuk suatu kesatuan atau satu keutuhan (Sumardjo, 2007: 62). Dalam membuat suatu cerita, tentunya seorang penulis menuangkan suatu ide atau gagasan. Ide atau gagasan dalam arti rancangan yang tersusun dalam pikiran, dapat muncul dimana saja dan dipicu oleh apa saja yang ada disekitar kita (Harefa, 2002: 25). Oleh karena itu, ketika ide-ide itu muncul, perlu adanya pemilihan kata agar cerita tersebut menjadi suatu kesatuan yang utuh dan menarik.
Pada dasarnya bentuk cerita disebut plot atau alur. Struktur sebuah cerita secara mudah dapat digambarkan : bagian permulaan, bagian tengah, dan bagian akhir (Sumardjo, 2007: 63-65). Memang bentuk semua cerita demikian. Lebih lanjut Sumardjo menjelaskan bahwa pada bagian permulaan dituturkan tentang apa, siapa, dimana, kapan, dan munculnya konflik. Bagian tengah cerita yakni berisi perkembangan konflik yang diajukan pengarang. Dalam hal ini banyak unsure yang menentukan panjang tidaknya, rumit atau sederhananya cerita. Bagian akhir yakni bagian penutup cerita yang berisi pemecahan konflik atau pemecahan masalah.
Alur menyajikan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian kepada kita, tidak hanya dalam temporalnya tetapi juga dalam hubungannya secara kebetulan. Pengaluran adalah cara pengarang menyusun alur. Ada pola-pola tertentu yang berulang dan seringkali kita lihat sebagaia kesamaan. Struktur alur secara sederhana sering disusun atas tiga bagian, yaitu: awal, tengah, dan akhir (Jabrohim, Anwar & Sayuti, 2001: 110-111). Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa alur adalah unsure pembangun karya sastra yang menjadi landasan cerita dimulai hingga berakhirnya suatu cerita. Hal ini yang perlu diperhatikan oleh seorang penulis. Alur merupakan unsure yang penting dalam membuat suatu cerita, menarik atau tidaknya itu tergantung dari penyusunan alur cerita penulis.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membuat suatu karya prosa adalah kejernihan pikiran, dan ketepatan bahasa (Sumardjo, 2007: 104). Sebelum menulis hendaknya penulis sudah menyediakan sebuah konsep yang jelas. Apa sebenarnya yang hendak disampaikan kepada pembaca. Penemuan apa yang kira-kira penting buat diketahui pembaca.(Sumardjo, 2007: 106) Harefa (2002: 13), mengatakan bahwa mengarang adalah salah satu cara belajar. Pada saat menulis, berbagai ide dan gagasan yang simpang siur harus mulai disusun secara sistematis agar dapat dipahami oleh orang lain dengan baik. Dengan demikian, dalam membuat suatu karya prosa, seorang penulis dituntut agar mempunyai kejernihan pikiran agar nantinya apa yang diceritakannya itu menjadi rasional (masuk akal) karena pada dasarnya mengarang merupakan mengembangkan sikap rasional dalam diri si pengarang itu sendiri.
Hal lain yang mesti diperhatikan oleh penulis adalah penokohan. Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2007: 165) tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Untuk menjaga efektivitas cerita, sebuah cerpen cukup memiliki sekitar tiga tokoh utama saja, karena terlalu banyak tokoh malah bisa mengaburkan jalan cerita Anda. Jangan terlalu terbawa untuk memaparkan sedetail-detailnya latar belakang tiap tokoh tersebut. Tentukan tokoh mana yang paling penting dalam mendukung cerita dan fokuskan diri padanya. Jika Anda memang jatuh cinta pada tokoh-tokoh Anda, pakailah mereka sebagai dasar dalam novel anda kelak.




PROSA FIKSI
Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Karya sastra fiksi atau ada yang menyebut cerita rekaan, merupakan salah satu jenis karya sastra yang beragam prosa.
Prosa Fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. (aminuddin, 2002:66). Sedangkan M. Saleh Saad dan Anton M. Muliono (dalam Tjahyono, 1988:106) mengemukakan pengertian prosa fiksi (fiksi, prosa narasi, narasi, cerita berplot, atau cerita rekaan disingkat cerkan) adalah bentuk cerita atau prosa kisahan yang mempunyai pemeran, lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya imajinasi.
Pengertian lain dikemukakan oleh Sudjiman, (1984:17) yang menyebut fiksi ini dengan istilah cerita rekaan, yaitu kisahan yang mempunyai tokoh, lakuan, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi, dalam ragam prosa.
Logika dalam prosa fiksi adlah logika imajinatif, sedangkan logika dalam nonfiksi adalah logika faktual.
Prosa fiksi dapat dibedakan atas cerita pendek dan novel. Ada juga yang memilahnya menjadi tiga, selain cerpen, dan novel, tersebut juga istilah roman.
Nurgiantoro (2000:10) MENGUTIP Edgar Alan Poe yang mengatakan cerpen merupakan prosa fiksi yang dibaca selesai sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah jam sampai dua jam, yang agak sulit jika dilakukan untuk sebuah novel.
Sudjiman (1984:14) mengemukakan bahwa cerita pendek adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal dominan.
Plot cerpen biasanya tungggal, hanya terdiri dari satu urutan peristiwa, dan urutan peristiwa biasanya terjadi dari mana saja. Kalaupun ada perkenalan tokoh dan latar, tidak berkepanjangan. Karena plot tunggal, konflik dan klimak pun biasanya bersifat tunggal pula.
Tema dalam ceritera pendek biasanya hanya berisi satu tema. Hal itu berkaitan dengan keadaan plot yang juga tunggal dan pelaku yang terbatas. Sebaliknya, novel dapat saja menawarkan lebih dari satu tema, yaitu satu tema utama dan tema-tema tambahan.
Penokohan cerpen hanya terbatas, apalagi yang bersetatus tokoh utama. Tokoh cerpen terbatas baik jumlah maupun data-data tokoh, misalnya terkait dengan perwatakan. Dengan demikian pembaca harus menyimpulkan dan menerka sendiri perwatakan lengkap yang muncul dalam cerpen.
Pelukisan latar cerpen tidak memerlukan detil khusus tentang keadaan luar, misalnya tentang tempat dan sosial. Cerpen hanya memerlukan pelukisan secara garis besar saja atau bahkan secara implisit asal telah mampu memberikan suasana tertentu yang dimaksudkan (Nurgianytoro, 2000:13).
Cerpen lebih biasanya mendukung unity. Artinya segala sesuatu yang diceritakan mendukung tema utama. Semua unsur pembentuk cerpen harus saling berkaitan. Pencapaian kepaduan cerpen lebih mudah dicapai. Dalam novel agak sulit karena biasanya novel terbagi atas bab yang masing-masing berisi cerita yang berbeda.
Novel berasa dari kata novella (Italia) yang secara harfiah berarti ”sebuah barang baru yang kecil”. Novel pengertian menurut Sudjiman (1998:53) prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.
Plot novel, karena tidak keterkaitan dengan panjangnya tulisan, umumnya memiliki lebih dari satu plot. Plot novel biasanya terdiri plot utama dan subplot.
Tema dalam novel tidak menutup kemungkinan terdiri atas lebih dari satu tema, yaitu tema utama dan tema-tema tambahan.
Tokoh-tokoh dalam novel biasanya diceritakan lebih lengkap, misalnya cirri-ciri fisik, keadaan sosial, tingkah laku, sifat dan kebiasaan.
Pelukisan latar dalam novel, umumnya lebih rinci, sehingga dapat menggambarkan latar lebih jelas, konkret dan pasti.


Sumber : (http://pelitaku.sabda.org/tips_dan_trik_menulis_prosa.htm)